Langsung ke konten utama

"Hai, nama saya Senja..." (1)



“Hai, nama saya Senja…”

Aku menelan ludah berat. Mengapa setelah sekian lama aku mencoba berlari, dia datang lagi meski dalam sosok yang berbeda. Ini mengingatku akan hari-hari terakhirnya, disaat dia berbisik padaku mengatakan bahwa dia akan datang kembali. Dia berjanji. Pasti. Aku saat itu hanya tersenyum, tahu bagaimana semuanya akan berakhir. Dia menangis dipelukanku saat aku mengatakan bahwa tak lama lagi Waktu akan memisahkan kami. Kami sama-sama tahu, bahkan sebelum kami berdua bertemu. Aku, selalu berprinsip bahwa bersama untuk berpisah dan menerima hanya untuk melepaskan. Dia hanya tidak menyangka bahwa akan secepat ini. Aku sudah memperingatkannya dari awal. Kami tak akan pernah bertahan lama. Aku bukan manusia immortal yang akan hidup abadi bersamanya, begitupun dengan dia.  Kami memahami cinta dalam perspektif yang berbeda dari biasanya. Kami percaya cinta hanya akan membuat kami mecandu dan bergantung. Konsep cinta hanyalah sesuatu yang diciptakan manusia untuk mewakili obsesinya tehadap sesuatu. Sedangkan kami, aku tak bisa mendeskripsikannya.

“Hai, nama saya Senja…”

Otakku masih memutar kejadian dua tahun lalu itu. Aku tak melihat orang lain. Hanya dia. Ya,dia Senja. Dia benar-benar Senja yang selalu terlahir kembali. Dia menepati janjinya. Namun, akankah semuanya kembali sama? Dia Senja dan aku tahu bahwa dia hanya sementara. Disisi lain, aku tak mampu menolak kelahirannya kembali karena begitulah sifat alamiahnya. Dia mengenaliku, namun secara samar dan tak tersentuh. Dia pasti mengingat kejadian sore itu, saat aku pertama kali berjumpa dengannya. Senja. Entah mengapa nama itu selalu mengalirkan kekusutan yang tak akan mampu kuuraikan dengan kemampuan otak manusia yang terbatas. Lalu, benarkah kelahiran kembali itu ada? Mengapa dia memilih terlahir kembali sebagai Senja? Mengapa tidak sebagai petugas kereta ataupun artis Korea? Aku mengutuki diriku sendiri. Sampai saat ini, aku masih mencoba kembali pada kenyataan. Dia mungkin hanya ilusi. Ya, aku mungkin sedang dalam keadaan kurang tidur berat dan menyebabkan otakku berhalusinasi ganjil. Beberapa kali aku mengerjapkan mata, namun dia memang nyata. Berdiri dihadapanku, tersenyum dan masih mengulurkan tangannya menunggu sambutanku. Senja. Senja. Senja. Jika dia selalu terlahir kembali sebagai Senja, mungkinkah aku Petang yang selalu ada menunggu kedatangannya? Bukankah itu menyedihkan?

“Hai, perkenalkan, nama saya Senja…”

Aku mengulurkan tanganku. Dia tidak tembus pandang. Aku dapat menggenggam tangannya yang kokoh. Ya, dia Senja.

“Dan Senja hanya terlahir untuk sementara.”


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Baru

Akhirnya baru bisa punya blog lagi:) Setelah lebih dari setahun ga bukan blog (dan lupa password), sekarang punya akun baru. Berharap blog ini berguna gacuma bagi temen-temen tapi juga orang banyak. Salam.

UNTITLED

Sudah satu bulan. Empat minggu. Tiga puluh hari. Tiga puluh kali pergantian siang dan malam. Tujuh ratus dua puluh jam. Empat puluh tiga ribu dua ratus menit. Detik mungkin tak perlu kuhitung. Selama itu waktu yang kamu habiskan hanya untuk menghukum dirimu sendiri. Menghukum diri sendiri atas kesalahan yang sepenuhnya bukanlah milikmu. Kamu tak pernah lagi bangun di pagi hari. Kamu tidur sepanjang hari. Kamu tak pernah lagi memandangku. Kamu menatap kehampaan sepanjang waktu. Bahkan, untuk menggerakkan setitik jari saja, kamu tak kuasa. Aku selalu ada disisimu. Selalu. Bahkan sepanjang waktu, hanya untuk melihatmu berdiam diri atau menangis. Kamu tidak mau berbicara. Aku selalu bertanya, apalagi yang salah? Kamu menatapku. Bukan jawaban, hanya tangisanlah yang lolos dari bibir tipismu. Disaat seperti itu aku selalu memeluk tubuhmu yang meringkuk tak bergerak. Apakah kamu tidak sakit? Maksudku, dengan posisi tubuhmu selama sebulan ini diatas ranjang. Tidakkah kamu rindu untuk bangun, ...

Novel Selanjutnya (InsyaAllah)

Aku melihatmu. Lututku goyah tak bersisa. Bisakah aku kembali? Aku ingin mendekap tubuhmu yang kedinginan itu. Mengapa matamu begitu kosong? Kukira dunia telah direnggut begitu kejam darimu. Oh, kamu begitu indah. Kukira akan ada orang lain yang menggantikanku. Aku ingin kamu melihatku. Tapi, kamu melihat menembus diriku. Hatiku begitu terluka sampai ingin menangis. Kamu tahu aku ada disini? Aku selalu ada. Tapi kamu dimana? Bukankah aku yang pergi? Tapi, kenapa kamu yang hilang? Aku hanya pergi tanpa jua menghilang. Aku kembali tanpa membisikan apalagi menyentuhmu. Sekarang, menangislah.. Mengapa kamu masih juga menangis dalam hati? Aku ada disini.. Tak adakah orang lain yang menghiburmu? Tak adakah dia yang membelai rambutmu dan memelukmu hingga kamu sulit untuk bernafas? Aku sungguh ada, kamu hanya tidak mau merasakannya. Mengertilah, aku tidak lagi bernafas. Aku tidak bisa lagi menyentuhmu. Aku tidak bisa lagi menyanyikan lagu-lagu cinta itu. Dan maaf bahwa...